Jumat, 06 Agustus 2010

Monumen Pancasila Sakti


Monumen Pancasila Sakti Monumen Pahlawan Revolusi dibangun diatas tanah seluas 14,6 hektar. Monumen ini dibangun dengan tujuan mengingat perjuangan para Pahlawan Revolusi yang berjuang mempertahankan ideologi negara Republik Indonesia, Pancasila dari ancaman ideologi komunis. Keenam pahlawan revolusi tersebut adalah: * Panglima Angkatan Darat Letjen TNI Ahmad Yani, * Mayjen TNI R. Suprapto * Mayjen TNI M.T. Haryono * Mayjen TNI Siswondo Parman * Brigjen TNI DI Panjaitan * Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo Jenderal TNI A.H. Nasution juga disebut sebagai salah seorang target namun dia selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan AH Nasution, Lettu Pierre Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut. Monumen yang terletak di daerah Lubang Buaya, Cipayung, Jakarta Timur ini, berisikan bermacam-macam hal dari masa pemberontakan G30S – PKI, seperti pakaian asli para Pahlawan Revolusi.

Rabu, 04 Agustus 2010

Tugu Proklamasi


Tugu Proklamasi atau Tugu petir adalah tugu peringatan proklamasi kemerdekaan RI. Tugu Proklamasi berdiri di tanah lapang kompleks Taman Proklamasi di Jl. Proklamasi (dahulunya disebut Jl. Pegangsaan Timur No. 56), Jakarta Pusat. Pada kompleks juga terdapat monumen dua patung Soekarno-Hatta berukuran besar yang berdiri berdampingan, mirip dengan dokumentasi foto ketika naskah proklamasi pertama kali dibacakan.

Di tengah-tengah dua patung proklamator terdapat patung naskah proklamasi terbuat dari lempengan batu marmer hitam, dengan susunan dan bentuk tulisan mirip dengan naskah ketikan aslinya. Setelah era reformasi, selain menjadi tempat yang spesial untuk acara peringatan Hari Kemerdekaan RI tiap tahunnya, lokasi ini pun menjadi tempat pilihan bagi berkumpulnya para demonstran untuk menyuarakan pendapat-pendapatnya. Lain halnya ketika sore menjelang. Pada hari-hari yang biasa, para penduduk yang tinggal tak jauh dari lingkungan taman ini kerap berkunjung ke Tugu Proklamasi untuk berbagai aktivitas.

Tempat ini menjadi tempat favorit anak-anak bermain, arena berolahraga, tempat berkumpul dan bertemu, atau hanya untuk duduk-duduk saja menghabiskan sore hingga senja datang. [sunting] Sejarah Naskah Proklamasi kemerdekaan RI dibacakan untuk pertama kalinya oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 di halaman kediaman Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Rumah bersejarah ini, yang dulu disebut “Gedung Proklamasi”, sudah tidak ada lagi sejak tahun 1960, Bung Karno menyetujui usul Wakil Gubernur Daerah Chusus Jakarta (DCI) Henk Ngantung agar rumah tersebut direnovasi. Waktu itu Presiden Soekarno sudah bermukim di Istana Negara. Ternyata, renovasi tidak terealisasi. Di lokasi ini Presiden Soekarno pada tanggal 1 Januari 1961 melakukan pencangkulan pertama tanah untuk pembangunan tugu, “Tugu Petir”, yang kemudian disebut tugu proklamasi.

Tugu ini berbentuk bulatan tinggi berkepala lambang petir, seperti lambang Perusahaan Listrik Negara (PLN). Tulisan yang kemudian dicantumkan, “Disinilah Dibatjakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada Tanggal 17 Agustus 1945 djam 10.00 pagi oleh Bung Karno dan Bung Hatta”. Sekitar 50 meter di belakang tugu ini dibangun gedung yang menandai dimulainya pelaksanaan “Pembangunan Nasional Semesta Berencana”. Hanya bangunan ini yang berdiri di lokasi tersebut. Satu dan satu-satuya gedung yang ada sampai sekarang. Di antara bangunan yang terdapat di lokasi ini, hanya “Tugu Peringatan Satoe Tahoen Repoeblik Indonesia”[1] yang langsung terkait dengan nuansa revolusi karena diresmikan tanggal 17 Agustus 1946 di masa Sekutu masih berkuasa. Di atas tulisan yang dipahat di bahan marmer itu ada tulisan lain, “Atas Oesaha Wanita Djakarta”. Di dinding sebaliknya ada kutipan naskah proklamasi dan peta Indonesia juga dari marmer.

Bentuk tugu ini mirip lambang Polda Metropolitan Jakarta asalkan dibuang kepalanya yang bergambar api berkobar. Kisah tugu ini diceritakan oleh sang pembuat, Dra Yos Masdani Tumbuan, dalam buku “19 Desember 1948 Perang Gerilya Perang Rakyat Semesta”, hasil wawancara dengan Titiek WS. Diungkapkan, pada bulan Juni 1946, Yos Masdani sebagai seorang mahasiswi anggota Ikatan Wanita Djakarta diminta membuat tugu peringatan proklamasi.

Permintaan itu disampaikan Ratulangi dan Mien Wiranatakusumah (kemudian hari dikenal sebagai Ny Mien Sudarpo Sastrosatomo). Tidak disediakan dana, kecuali disebutkan nama pelaksananya, yaitu Aboetardjab dari Biro Teknik Kores Siregar, mantan mahasiswa Tehnische Hoge School (sekarang Institut Teknologi Bandung/ITB). Dana harus dicari bersama kawan-kawan lain. Pada menjelang peresmian, ada hambatan karena Wali Kota Jakarta Suwiryo melarang peresmian pada tanggal 17 Agustus 1946. Ada larangan dari Sekutu di Jakarta. Mr Maramis yang hadir dalam pertemuan ini pun khawatir, kalau dipaksakan, akan terjadi tragedi seperti di Amritsar (India). Sutan Sjahrir tanggal 16 Agustus 1946 tiba di Jakarta dari Yogyakarta. Ia menganggap peresmian itu ide yang bagus dan ia bersedia meresmikannya. Pada waktu hari peresmian, memang patroli Sekutu dan Gurkha hilir-mudik, tetapi tidak terjadi keributan. Mungkin karena kehadiran Perdana Menteri Sutan Sjahrir. Peristiwa mengejutkan terjadi tanggal 14 Agustus 1960. Surat kabar Keng Po memberitakan, Angkatan ’45 menginginkan agar tugu peringatan yang mereka sebut “Tugu Linggarjati” harus dimusnahkan. Pendapat yang aneh karena Perjanjian Linggarjati terjadi pada 10 November 1946, tiga bulan setelah tugu peringatan diresmikan. Menurut Yos Masdani, waktu itu komunis punya kekuatan untuk mengubah wajah sejarah. Tanggal 15 Agustus 1960, tugu peringatan itu lenyap. Bersama sejumlah tokoh wanita, antara lain Mr RA Maria Ulfah Santoso dan Lasmidjah Hardi, menemui Gubernur Sumarno di Balaikota. Dalam kesempatan ini, Gubernur menyerahkan tiga lempengan marmer yang tadinya melekat di tugu Linggarjati. Atas saran para wanita yang hadir, lempengan marmer itu disampaikan kepada Yos Masdani.

Tahun 1968 kepada Gubernur Ali Sadikin disampaikan usulan agar tugu proklamasi dibangun kembali. Usul ini ditanggapi positif, terbukti urusan pemugaran sampai ke Sekretariat Negara. Pemugaran tertunda karena Yos Masdani berangkat ke Amerika Serikat untuk belajar. Ia menolak tawaran Cornell University yang akan membeli marmer-marmer itu dengan harga tinggi. Akhirnya, pada tanggal 17 Agustus 1972, Tugu Proklamasi diresmikan Menteri Penerangan Budiardjo di lokasi asal, dihadiri banyak tokoh masyarakat dan tokoh politik. Di antara yang hadir adalah mantan Wakil Presiden M. Hatta (mengundurkan diri 1 Desember 1956). Pada 17 Agustus 1980, Presiden Soeharto meresmikan monumen Soekarno-Hatta membacakan naskah proklamasi.

Monumen Nasional


Monumen Nasional didirikan pada tanggal 17 Agustus 1961, dibangun di tengah lapangan Merdeka (Lapangan Monas). Tugu ini dibangun sebagai perlambangan keperkasaan perjuangan bangsa Indonesia.

Salah satu bagian lapangan Merdeka ialah lapangan Ikada yang mempunyai Sejarah tersendiri pada masa perjuangan kemerdekaan dan revolusi fisik bangsa Indonesia. Beberapa rapat raksasa guna menghimpun kekuatan rakyat untuk mengusir penjajah Belanda yang akan berusaha kembali menjajah negeri ini dan sekaligus merebut kekuasan pendudukan Jepang.

Pembangunan Monumen Nasional dimaksudkan sebagai apresiasi dari proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, pembangunannya dimulai pada tanggal 17 Agustus 1961 oleh panitia Monumen Nasional dengan mengambil perencanaan , konstruksi, dan material dalam negeri, dan juga bantuan luar negeri.

Beberapa catatan yang tertuang dalam buku Monumen dan Patung di Jakarta terbitan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta Dinas Museum dan Pemugaran Jakarta tercatat beberapa bantuan Luar negeri diantaranya:

No Negara Bantuan
1. Jepang Kerangka besi, lidah api, lif dan tangga
2. Italia Marmer, benda atribut kemerdekaan, pagar keamanan di Puncak tugu, Patung Diponegoro, Domes, dan Kaca Diorama
3. Jerman Barat Instalasi Listrik, dan Sound System serta Interiornya
4. Perancis Konstruksi Beton

Sebagai pusat dan jiwa pada Monumen Nasional, maka pembuatannya sedemikian rupa sehingga menjadi daya tarik di setiap malam dan siang harinya , dan memberikan sambutan kepada setiap orang yang datang memasuki ibu kota Jakarta.
Bagian-bagian Monumen Nasional antara lain:

No Bagian Fungsi
1. Pintu Gerbang Utama Untuk masuk menuju Monumen pengunjung harus berjalan diatas Plaza sebelah Utara. dimana pengunjung juga dapat menikmati pemandangan seperti air mancur serta patung pangeran Diponegoro, barulah kita menuruni trowongan dibawah jalan silang Monas yang menghubungkan dengan pelataran Tugu Nasional
2. Ruang Museum Sejarah Ruangan ini terletak dibawah tanah (Basement) dengan kedalaman 3 meter dan luasnya 80 x 80 meter serta mempunyai ketinggian 8 meter. Seluruh dinding dan lantai berlapis marmer. Pada keempat sisi masing-masing terdapat 12 jendela kaca yang mempertunjukan peristiwa-peristiwa penting Sejarah Indonesia.

3. Ruang Kemerdekaan Ruang ini terletak di bagian Cawan tugu Nasional yang berbentuk Amphithear tertutup. Diruangan inilah pengunjung dapat mendengarkan lagu kebangsaan Indonesia Raya, Pembacaan Teks Proklamasi oleh Bung Karno, serta beberapa keterangan dari pemandu wisata Monas.

Di tengah-tengah keempat sisi badan tugu, terpampang atribut-atribut kemerdekaan seperti:

1. Sebelah Timur : Sang saka Merah Putih
2. Sebelah Utara : Peta Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berlapis emas
3. Sebelah Barat : Almari berukir yang didalamnya berisi peti kaca tempat penyimpanan naskah Proklamasi Indonesia.
4. Sebelah Timur : Lambang Negara Republik Indonesia